Serial Artikel – Rivalitas Para Ulama, Kiai, dan Habaib: Beda Pendapat atau Pendapatan?

Serial Artikel – Rivalitas Para Ulama, Kiai, dan Habaib: Beda Pendapat atau Pendapatan?

Rasanya akan terlalu panjang jika tulisan ini dituntaskan dalam satu judul. Oleh karena itu, setiap selasa, selama sebulan ke depan, penulis akan menyajikan secara rutin, tema-tema terkait persaingan intelektual, sosial, ekonomi para ulama (dai) ini, termasuk persaingan antara ‘kyai-habaib’ dan antar dai Salafi.

Serial Artikel – Rivalitas Para Ulama, Kiai, dan Habaib: Beda Pendapat atau Pendapatan?

Pada salah satu acara nasional, saya berkesempatan menemani seorang dai kondang untuk sesi ramah tamah bersama kolega dai yang lain, sebuta saja namanya Sang Dai. Seperti biasa kami duduk melingkar di sebuah meja bundar yang telah disediakan panitia. Kami duduk dan bercengkerama dengan dai lain. Situasi saat itu normal-normal saja. Bahkan kami saling menawarkan bantuan.

Tak disangka, ternyata lain di muka lain di belakang. Keakraban para dai ini tak seindah yang tampak di permukaan. Seorang kolega memberi kabar bahwa kehadiran Sang Dai di acara nasional itu menjadi perbincangan di grup WA ‘paguyuban dai’ acara TV Nasional. Salah satu poin gunjingan di grup pesan instan itu menyayangkan diundangnya dai tersebut karena tuduhan afiliasi pada kelompok tertentu. Ditambah, anggota grup tersebut saling mengusulkan agar dai lain yang ada di dalam grup bisa menggantikan posisi Sang Dai. Sebagai seorang yang selalu ‘sami’na wa atha’na’ pada ulama, saya cukup kaget dengan dinamika Grup WA dai itu. Pikiran saya bergelayutan, semakin overthingking. Apa benar ulama yang seharusnya mengedepankan keikhlasan bisa saling sikut. Apakah sekedar bermotif beda pendapat atau beda pendapatan?

Dalam sejarah peradaban Islam, ‘persaingan’ di kalangan ulama tidak hanya dipengaruhi oleh aspek teologis, afiliasi kelompok keagamaan, dan hukum semata, melainkan juga oleh faktor sosial dan ekonomi yang kompleks. Motif ekonomi sering kali menjadi latar belakang yang tidak terlihat secara eksplisit, namun sangat menentukan arah dan intensitas persaingan di antara para dai.

Dukungan politik dan ekonomi dari penguasa atau kelompok tertentu dapat memperkuat posisi kelompok ulama tertentu, sekaligus melemahkan kelompok lain yang tidak mendapat patronase serupa. Hal ini menciptakan dinamika yang tidak hanya berkisar pada perbedaan interpretasi agama, tetapi juga pada perebutan sumber daya dan pengaruh sosial.

Persaingan ini tidak hanya terjadi dalam ranah intelektual, tetapi juga dalam konteks sosial yang lebih luas, di mana antar ulama berusaha mempertahankan relevansi dan pengaruh mereka di tengah masyarakat yang terus berubah. Faktor ekonomi, seperti akses terhadap dana wakaf, patronase pedagang kaya, dan dukungan politik, menjadi modal penting yang memungkinkan mereka untuk mendirikan lembaga pendidikan, menyebarkan ajaran, dan membangun jaringan sosial yang kuat. Dengan demikian, perdebatan keagamaan sering kali mencerminkan persaingan kepentingan yang lebih luas, yang melibatkan aspek ekonomi dan politik.

Memahami kaitan antara motif ekonomi dan perdebatan ulama ini sangat penting untuk mengkaji fenomena persaingan antara ulama (termasuk dengan habaib, sebagaimana yang Tengah ramai akhir-akhir) secara lebih mendalam. Persaingan tersebut bukan sekadar pertarungan ideologi atau spiritual, melainkan juga merupakan cerminan dari kompleksitas hubungan sosial dan ekonomi dalam masyarakat Muslim.

Serial dengan tema seperti yang tertulis dalam judul artikel ini, akan menguraikan berbagai aspek persaingan tersebut, mulai dari perbedaan pendekatan antara ulama dan habaib, konflik personal dan ideologis antara tokoh-tokoh tertentu, hingga fenomena sosial yang muncul akibat persaingan tersebut. Dengan demikian, pembaca dapat memperoleh gambaran yang lebih utuh mengenai dinamika yang melatarbelakangi perdebatan keagamaan di masa lalu dan bagaimana hal itu masih relevan untuk dipahami dalam konteks kekinian.

Namun, rasanya akan terlalu panjang jika tulisan ini dituntaskan dalam satu judul. Oleh karena itu, setiap selasa, selama sebulan ke depan, penulis akan menyajikan secara rutin, tema-tema terkait persaingan intelektual, sosial, ekonomi para ulama (dai) ini, termasuk persaingan antara ‘kyai-habaib’ dan antar dai Salafi.

Selamat membaca.